SEBUAH HIKAYAT DARI PULAU BRAYAN

dibaca 8870 pembaca

SEBUAH HIKAYAT DARI PULAU BRAYAN

Diceritakan kembali oleh:

Nasib TS

 

Pulau Brayan  ternyata menyimpan beragam kisah. Mulai asal usul penamaan daerah itu, hingga hikayat petualangan Guru Patimpus menikahi gadis cantik puteri Panglima Hali yang sangat membencinya.

***

Pulau Brayan atau Pulo Brayan adalah nama wilayah dalam kawasan Kecamatan Medan Barat. Penduduknya cukup padat menandakan kawasan ini termasuk kawasan yang cukup tua dan menjadi daerah pemukiman sejak lama. Keramaian ditemukan pada sebuah pasar tradisional yang dikenal dengan sebutan “Pajak Berayan” terletak di pinggir Jalan KL Yos Sudarso Medan, sekitar 5 kilometer dari pusat kota ke arah Belawan.

Belum banyak yang tahu kisah di balik nama kawasan Pulo Brayan. Dari sisi bahasa, Pulo dan Brayan  serapan dua kata dari bahasa Melayu yang berarti Pulau dan Berayun. Bila dua kata yang membentuk nama daerah Pulo Brayan itu terjemahkan secara bebas berarti, pulau yang berayun. Darimana sebutan ‘pulau yang berayun’ ini bermula? Berikut ini kisahnya!

Zaman dulu kawasan Pulo Brayan dilalui oleh sungai yang lebar dan bisa masuk kapal-kapal niaga. Dari muara sungai kapala-kapal pedagang berlyar hingga ke hulu sungai guna mendistribusikan barang-barang dagangan penting seperti kain, barang pecah belah berupa peralatan rumah tangga dan keramik.

Dari hulu sungai, para pedagang membawa hasil bumi berupa rempah-rempah seperti merica, cengkeh, tembakau dan lainnya yang menarik perhatian pedagang asing. Pendek kata, sungai Deli yang melintasi Pulo Brayan pada masa itu cukup sebuk sebagai jalur transportasi perdagangan maupun mobilisasi penduduk.

Arus air yang mengalir ke muara sungai secara alamiah membawa material dari hulu berupa pasir maupun endapan lumpur yang lama kelamaan menumpuk di kawasan Pulau Brayan sehingga membentuk delta (semacam pulau kecil yang terbentuk oleh endapan material yang dibawa arus air). Delta yang membentuk pulau di tengah sungai ini, lama kelamaan semakin meluas dan ditumbuhi belukar.

Warga setempat yang sering melintasi sungai itu menyebut delta itu sebagai pulau. Pulau  kecil itu membelah lintasan arus deras Sungai Deli. Arus deras karap menerpa belukar pulau ini sehingga nampak bergoyang-goyang seperti perahu yang diayun gelombang. Peristiwa alam itu kerap dilihat warga yang melintas dan warga menyabut tempat itu sebagai pulau yang berayun. Dalam bahasa Melayu mereka menyebut "Pulo Berayun". Lambat laun lidah masyarakat lebih terbiasa mengucapkannya Pulo Brayan hingga sekarang.

Itulah sebuah versi cerita yang didapat terkait asal mula nama Pulo Brayan yang sekarang menjadi kawan kota dengan pertumbuhan yang angat pesat dan penduduk yang padat. Transportasi sungai memang sudah lama menghilang, seiring pertumbuhan pemukiman, hilangnya daerah resapan dan sungai menyempit.

Seperti disebutkan, padahal zaman dulu sungai menjadi jalur transportasi favorit di kawasan Kampung Medan yang dibangun oleh Guru Patimpus. Kampung Medan sangat strategis karena menjadi titik pertemuan dua aliran sungai, yakni Sungai Deli dan Sungai Babura. Konon, Guru Patimpus seorang petualang dari dataran tinggi Karo yang gemar berpindah pindah tempat untuk membangun kampung, sering melintasi kawasan Pulo Brayan menempuh jalur sungai.

Petualangan Guru Patimpus dalam membangun sejumlah kuta (kampung) meninggalkan jejak cerita tersendiri di Pulau Brayan.  Sebagaimana dimaklumi, ada banyak kampung yang dibangun Guru Patimpus dan di setiap kampung ia memperistri gadis setempat. Kemudian keturunan dari setiap wanita yang dinikahi itu dijadikan kepala kampung atau raja dari wilayah yang dibukanya.

Pulo Brayan adalah salah satu kawasan yang dilirik Guru Patimpus ketika ia sudah berhasil membangun 11 kuta di bebarapa kawasan sebelumnya. Bermula dari seringnya melakukan perjalanan menggunakan perahu dari hulu ke muara untuk berbagai urusan. Dia pun mulai menjajaki peluang membangun kuta yang baru di Pulo Brayan.

Sekali peristiwa Guru Patimpus berkenalan dengan Panglima Hali selaku Datuk Pulo Brayan. Panglima Hali mempunyai seorang puteri yang cantik jelita. Seperti bsebelum-sebelumnya, petualangan Guru Patimpus menjelajah berbagai kawasan untuk membangun kuta, lagi-lagi diikuti jejak asmara. Dikisahkan, Guru Patimpus jatuh cinta pada putri Datuk Pulo Brayan.

Perjuangan asmara Guru Patimpus mendapatkan cinta puteri jelita anak Datuk Pulo Brayan cukup berat. Berkali-kali ia berusaha mendekati sang puteri pujaan, namun selalu mengalami penolakan. Tidak sekadar penolakan, sang puteri bahkan sangat membenci Guru Patimpus yang dinilai tidak pantas menjadi suaminya.

Meskipun demikian Guru Patimpus sangat percaya diri. Mendapat penolakan berkali-kali tidak membuatnya surut langkah. Dia malah nekad menemui Panglima Hali dan menyatakan keinginan untuk meminang puterinya.

“Hamba ingin meminang puteri tuan sebagai isteri. Hamba berjanji akan menyayanginya dan membahagiakannya,” kata Guru Patimpus di hadapan Datuk Pulo Brayan itu.

Sebagaimana umumnya orangtua yang menerima pinangan, Datuk Pulo Brayan tidak langsung menerima begitu saja.

“Saya tidak bisa memutuskan pinanganmu itu. Lebih baik kita tanyakan langsung pada puteriku. Kalau dia setuju, orangtua tinggal mengikutinya,” kata Datuk Pulobrayan.

Datuk Pulo Brayan pun kemudian memanggil puterinya yang cantik jelita.

“Puteriku, Guru Patimpus hendak meminangmu menjadi isteri. Kuserahkan sepenuhnya pada keputusanmu karena engkau sudah kuanggap dewasa,” kata Datuk Pulo Brayan pada sang puteri.

Meskipun sudah berusaha lewat orangtuanya langsung, namun Guru Patimpus gagal mendapatkan cinta puteri Datuk Pulo Brayan yang cantik jelita.  Pinangan Guru Patimpus ditolak mentah-mentah oleh sang putri. Tak hanya penolakan, sang puteri cantik jelita itu terang-terangan menghina dan membenci Guru Patimpus.

“Engkau sudah tua, aku masih muda belia. Aku bersumpah tidak sudi berkawin denganmu yang seusia ayahku,” katanya.

Mendapat penghinaan ini Guru Patimpus tersinggung sekali. Namun dia berusaha tidak menampakkan rasa ketersinggungannya di hadapan Datuk Pulo Brayan dan puterinya.

“Maafkan kami tidak bisa memenuhi harapanmu. Puteriku tidak mau berkawin denganmu. Jangan sakit hati, kita tetap bisa menjalin tali silaturahmi,” kata Datuk Pulo Brayan.

“Baiklah Datuk, tidak mengapa. Saya mengerti dan bisa memahami. Hamba permisi untuk mengurak sila dari tempat ini,” kata Guru Patimpus memohon izin untuk pulang.

Tak habis akal. Guru Patimpus punya cara lain untuk menaklukkan pujaan hatinya. Konon Guru Patimpus  memanfaatkan ilmu gaib nya guna mendapatkan cinta sang puteri.

Benar saja. Tak berapa lama, tersiar kabar kalau puteri Datuk Pulo Brayan yang semula benci berbalik cinta pada Guru Patimpus. Sering kali puteri menyebut-nyebut nama Guru Patimpus dan minta dinikahi.

Datuk Pulo Brayan gusar dengan ‘penyakit’ aneh puterinya itu. Jalan satu-satunya untuk menyembuhkan puteri kesayangannya dengan meminta Guru Patimpus untuk menikah dengan  puterinya. Guru Patimpus pun dipanggil Datuk Pulo Brayan untuk mengobati puterinya.

Puteri Datuk Pulo Brayan berhasil disembuhkan. Karena senangnya puterinya telah sembuh, Datuk Pulo Brayan menikahkan puterinya dengan Guru Patimpus.

Setelah menikah, Guru Patimpus dan isterinya  pindah tak jauh dari Pulo Brayan, tepatnya di titik pertemuan Sungai Deli dan Sungai Babura. Di sana Guru Patimpus  mendirikan sebuah kampung bernama Kampung Medan Putri. Medan Putri merupakan ‘kuta’ atau kampung ke 12 yang dibangun Guru Patimpus. Setiap kuta yang dibangun sebelumnya diperintah oleh anak-anaknya hasil dari perkawinannya dengan wanita yang berbeda. Dari kuta Medan Putri, Guru Patimpus memantau belasan kuta lainnya di berbagai kawasan yang dipimpin anak-anaknya. Kampung Medan (Putri) ini dibuka Guru Patimpus  pada 1 Juli 1590 yang kemudian diperingati sebagai hari jadi Kota Medan. Wallahualam!  (*)